Apa Itu “Net Zero” yang Jadi Sorotan Saat Krisis Iklim

Sumbar, PaFI Indonesia — Istilah “net zero emission” semakin sering digaungkan di tengah krisis iklim yang semakin parah. Apa sebetulnya “net zero emission?”
Istilah ini juga jadi salah satu sorotan dalam COP29, konferensi iklim tahunan dunia yang digelar di Baku, Azerbaijan tahun ini sebagai salah satu upaya utama melawan perubahan iklim.

Net zero emission merujuk pada kondisi di mana jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer hanya menyisakan sedikit emisi residu yang dapat diserap secara alami oleh ekosistem, atau melalui teknologi penyerapan karbon, sehingga kadar karbon di atmosfer menjadi nol bersih.

Studi-studi menunjukkan pentingnya pencapaian net zero untuk mencegah dampak terburuk dari perubahan iklim, agar suhu global tidak meningkat lebih dari 1,5 derajat Celsius dari level pra-industri.

Emisi global perlu turun hingga 45 persen pada tahun 2030 dan mencapai net zero pada tahun 2050. Saat ini, suhu bumi telah meningkat sekitar 1,2 derajat Celsius sejak akhir abad ke-19 dan dengan emisi yang terus naik, langkah-langkah mendesak semakin dibutuhkan.

“Mengganti pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, gas, dan minyak yang menimbulkan polusi dengan energi dari sumber terbarukan, seperti angin atau matahari, akan mengurangi emisi karbon secara drastis,” demikian penjelasan PBB dalam laman resminya, dikutip Senin (11/11).

Hingga Juni 2024, sebanyak 107 negara telah berkomitmen untuk mencapai net zero dalam undang-undang, kebijakan, atau janji resmi mereka.

Negara-negara ini adalah yang bertanggung jawab atas sekitar 82 persen emisi global.

Namun, meskipun janji dan komitmen semakin banyak, langkah konkret yang dibutuhkan masih belum memadai. PBB memperingatkan bahwa jika seluruh komitmen saat ini dilaksanakan, emisi global hanya akan turun sekitar 2,6 persen pada 2030 dibandingkan level 2019.

“Transisi menuju dunia tanpa emisi karbon adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia. Hal ini menuntut transformasi total dalam cara kita berproduksi, mengonsumsi, dan bergerak. Sektor energi merupakan sumber sekitar tiga perempat emisi gas rumah kaca saat ini dan memegang kunci untuk mencegah dampak terburuk dari perubahan iklim,” tulis PBB.

Untuk mencapai target 1,5 derajat Celsius, diperlukan penurunan hingga 43 persen. Guna mempercepat langkah ini,

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres membentuk Kelompok Ahli Tingkat Tinggi pada 2022

untuk menetapkan standar lebih ketat dan mempercepat implementasi komitmen dari sektor non-pemerintah.

Target net zero Indonesia

Indonesia juga menjadi salah satu negara yang berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon. Pemerintah mematok target nol emisi karbon tahun 2060.

Namun demikian, pada gelaran COP28 di Dubai tahun lalu, Presiden RI ke-7 Joko Widodo mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan

suntikan investasi sebesar kurang lebih US$1 triliun (sekitar Rp15 ribu triliun)

untuk mencapai target net zero emission atau nol emisi karbon tahun 2060.

Jokowi mengatakan Indonesia saat ini ingin bekerja keras mencapai target net zero emission di tahun 2060 atau lebih cepat,

Namun begitu, menurut Jokowi upaya untuk mencapai target itu butuh dana yang tidak sedikit.

“Semua upaya tersebut membutuhkan pembiayaan yang besar, negara-negara yang sedang berkembang tidak mungkin mampu melakukannya sendiri. Indonesia butuh investasi lebih dari US$1 triliun untuk Net Zero Emission 2060,” kata Jokowi dalam pidatonya di COP28 tahun lalu.

Oleh karena itu, Jokowi mengajak negara-negara sahabat hingga pihak swasta untuk berkolaborasi bersama untuk bisa mencapai target tersebut.